Solo Travelling - Bandung

Sejak pertama kalinya saya berkunjung ke kota ini beberapa tahun lalu, ada rasa yang berbeda dan membuat saya ingin kembali kesini lagi. Selain iklimnya yang lebih nyaman, keramahan orang Bandung lah yang membuat saya terpesona. Mereka akan dengan senang hati membantu dan merekomendasikan hal terbaik di kotanya. Dengan perasaan kangen yang tak bisa dibendung lagi akhirnya saya putuskan kembali ke kota kembang ini.

Perjalanan Menuju Bandung
Sebelum memulai perjalanan seperti biasa saya selalu browsing segala sesuatu yang perlu diketahui di tempat tujuan saya nanti. Untuk kali ini ke Bandung, saya perlu mencari spot terbaik untuk dikunjungi, transportasi, tempat makan, penginapan hingga tempat membeli oleh-oleh. Dan saya agak kecewa setelah menemukan banyak sekali tulisan di internet yang menyebutkan Bandung tidak seperti dulu lagi. Mulai dari lalu lintas yang macet, supir angkot dan taksi yang suka berbohong, dan kacaunya sistem transportasi disana. Saya hampir mengurungkan niat saya, tapi "ngidam" saya dengan kota Bandung tak menyurutkan niat saya untuk kembali kesana. Karena saya hanya punya waktu 1 hari, jadi harus menemukan transportasi yang mudah dan cepat. Entah mengapa saya mengetik : "Ojek Bandung" di mbah Google dan menemukan jasa ojek online dengan tarif Rp.20ribu/jam. Memang jatuhnya lebih mahal dibanding naik beberapa kali angkot, tapi efisiensi waktu dan ketepatan menuju tempat tujuan lebih berharga (halah, apa sih?) dan saya memutuskan untuk menggunakan Ojek Online.

Antrian loket Sta. Gambir
Dimulai pagi hari pukul 5.30 pagi berangkat dari rumah menuju stasiun kereta Gambir supaya tidak ketinggalan kereta pukul 8.20. Berbekal tas ransel andalan berisi beberapa roti dan botol minum saya memulai perjalanan. Saya sampai di Gambir tepat pukul 7.00 pagi lalu segera menukarkan tiket online saya di loket tiket terdekat. Saya melihat antrian yang tidak terlalu panjang. Syukurlah saya tidak perlu capek antri. Gambir yang saya lihat sekarang sudah jauh berbeda karena fasilitas dan kebersihan yang sudah sangat baik. Tak berapa lama mengantri akhirnya saya menyerahkan kertas booking saya dan...voila!  kertas berubah menjadi tiket kereta api Argo Parahyangan.

Ini loh tiketnya
Karena ini adalah kali pertama saya naik kereta lagi (terakhir naik kereta waktu Lebaran umur 5 tahun) menjadikan hal yang menarik buat saya. Karena gengsi saya berusaha untuk tidak terlihat canggung. Sudah berusaha tidak melakukan kesalahan, tapi tetap saja kejadian. Waktu menaiki tangga untuk ke jalur 3 saya melewati pintu untuk commuter dan sudah pasti terkunci. Terdengar bunyi "BEEP" cukup keras dan lampu menjadi merah. Saya berusaha membukanya sambil menekan tombol yang ada disitu tapi tetap tidak berhasil. Alamak, malu banget, tapi untungnya orang Jakarta tidak ada yang peduli. Dengan wajah cuek saya berbalik arah menuju kursi dan melihat keadaan. Terlihat orang dengan santai naik di tangga turun untuk naik ke jalur 3. Ternyata sesimple itu! kenapa cara naik MRT di Singapore saya terapkan disini? sudah pasti salah (tepok jidat). Tapi yasudah lah, toh orang lain tidak ada yang lihat. Saya ikuti naik melewati tangga itu dan terlihatlah beberapa jalur kereta dan herannya mengapa saya menunggu di kursi atas? padahal kereta masih 1 jam lagi. Setelah ngeh akan kebodohan saya akhirnya saya putuskan untuk turun kembali. Tak perlu waktu lama saya sudah beradaptasi dengan keadaan sekitar. Dengan berbekal watu kurang dari 30 menit kedatangan kereta saya berkeliling dan menemukan sinyal wifi dimana-mana. Tahu begini saya tunggu disini saja (tepok jidat pakai tembok). Saya melirik ke jam saya, sudah pukul 8.10, sebaiknya saya ke toilet dulu daripada nanti malu cari toilet di kereta. Saya mencari-cari ternyata ada di lantai bawah, sial. 

Selesai doing my business saya langsung ke lantai paling atas untuk segera naik ke kereta dan lagi-lagi bingung mencari di gerbong mana saya naik? Saya pun bertanya kepada petugas dan ditunjukkan kereta paling depan. Memang dasar oon, saya langsung ke kereta paling depan and you know what? Ikan hiu makan kawat saya tidak bisa menemukan pintunya. Ya tentu saja pintunya tidak terbuka, itu kan gerbong masinis (tepok jidat berkali-kali ke tembok berpaku) Setelah mencari dan akhirnya berhasil menemukan pintu gerbong Eksekutif terbuka dan saya langsung masuk. Saya mengecek kembali nomor kursi saya A2 dan saya langsung menuju depan dan menemukan kursinya sudah ditempati penuh. Loh kok sudah ada orangnya? apakah pemilihan kursinya bebas? Saya pun langsung duduk di belakang kursi itu dengan PEDE nya.

Lumayan bisa nonton TV
Tak lama menunggu, kereta berjalan. Yes, akhirnya saya naik kereta, dan tak lama kemudian petugas tiket memeriksa tiket. Dengan PEDE nya saya menyerahkan tiket dan chop! tiket saya dilubangi. Sesampainya di bekasi, kereta berhenti untuk mengambil penumpang lagi. Disaat saya sudah nyaman dengan kursi saya tiba-tiba beberapa orang mengklaim bahwa itu kursinya. Saya langsung diminta mengecek kembali nomor kursinya. "Maaf pak, A2 ada dibelakang" kata salah satu petugas. Oalah, dan dengan berat hati saya pindah ke kursi saya yang sebenarnya yang berada di belakang sebelah kanan. Sesampai dikursi saya, barulah saya menyadari ada nomor kursi di bagian bawah rak tas. Ah, memalukan (tepok jidat pakai apa lagi ya?)

Sta. Bandung
Perjalanan panjang dan mengerikan menuju Bandung. Kenapa mengerikan? karena beberapa kali lewat jembatan tinggi yang dibawahnya jurang. Malah saking tingginya ada bagian yang tinggi selevel bukit di seberangnya. Ditambah lagi terowongan yang cukup panjang (kira-kira 4 menitan). Dan saat pengumuman Stasiun Bandung sudah dekat,  semangat saya tumbuh lagi.  




Sampai Di Stasiun Bandung
Warung nasi di Sta. Bandung
Perjalanan menuju Bandung terlaksana, tinggal eksekusinya saja. Saya langsung meelepon ke Ojek Online yang sudah saya booking sehari sebelumnya. Saya melirik jam menunjukkan pukul 11.40, saya putuskan untuk mencari makan dekat stasiun karena saya sudah ada janji dengan tukang ojek jam 12 tepat. Dengan berbekal cap cip cup memilih tempat makan, makan terpilihlah warung nasi tepat di depan rel kereta. Dengan menu seadanya, saya cuma bisa memesan nasi goreng biar cepat.

Nasi goreng rasa Asin Pedas
Begitu nasi goreng datang, saya langsung lahap menyantapnya walaupun cuma terasa asin dan pedas saja tapi sudahlah, nikmati saja. Ternyata bukan cuma rasanya saja yang buat saya terkejut, harganya pun cukup membuat terkejut, Rp.12.000 untuk nasi goreng asin pedas itu (terimakasih sudah memberi saya yodium berlebih). Tepat pukul 12.00 dengan peluh menahan asin, pedas dan panasnya nasi & air minum saya langsung menuju keluar pintu stasiun dan bertemulah dengan tukang ojek pesanan saya tadi. Serasa orang penting yang dijemput di bandara oleh supir limo, tapi ini dijemput dari stasiun kereta dan ditunggu tukang ojek dengan motor bututnya hahaha...

Saatnya Jalan-jalan
Begitu naik ke tunggangan pak ojek saya langsung memintanya mengantar saya ke BSM (Bandung Super Mall). Sepanjang jalan saya juga ngobrol dengan si kang ojek. Itulah yang saya suka dari warga Bandung, mereka menjawab dengan sopan dan ramah bahkan tanpa diminta pun mereka bisa menjadi guide. Ternyata memang Bandung sudah menjadi kota macet, tapi untungnya iklimnya masih tidak sepanas Jakarta jadi suasana hati tidak cepat panas. Karena beberapa ruas jalan macet akhirnya saya diputar di jalan lain yang membuat saya tahu jalan lain di Bandung. Sepanjang jalan terlihat berjejer tempat makan dan beberapa FO walaupun mrip jalan di Barito tapi suasanya beda.

Durasi 20 menit saya sudah sampai di kompleks BSM dan terlihatlah (yang katanya) Hotel bintang 6 termewah se-Indonesia. Tapi tujuan saya bukan ke hotel itu, tapi ke Trans Studio. Sebenarnya sih cuma penasaran aja, apa sih jenis entertainment yang dijual disini sampe harganya Rp.200.000 ? Memang sih dari depan keliatan track roller coaster (yang katanya lagi) tercepat dan cuma ada 3 di dunia. Saya lanjutkan menuju dalam, ternyata pintu masukya ada di 1 lantai atas tapi beli tiketnya di bawah. Dengan harga Rp.200.000 + Rp.10.000 (kartu) dompet saya langsung kurus. Niat saya bukan untuk naik wahana ekstrim karena saya sudah pernah mencoba yang lebih ekstrim di Dufan dan Universal Studios Singapore (USS). Saya cuma pingin lihat Trans Theatre, Special Effect, Science Center, Broadcast Museum, Marvel 4D dan beberapa wahana yang sepi pengunjung saja. Dan syukurlah saya cukup menikmatinya walaupun ada beberapa wahana yang membuat saya tertawa, nanti saya ceritakan secepatnya.
Ticket Booth
Senyum dong mbak
Pintu masuknya
Big Screen
TVnya banyak, minta dong 1
Rp.200.000 cuma dapat ini

Sesampai didalam sudah terlihat antrian di roller coaster dan wahana baru Marvel. Untung saya sudah mengambil peta dan jadwal pertunjukan (benar-benar meniru theme park sekelas Universal Studios) jadi saya tahu harus kemana setelahnya. Untuk permulaan saya ikut antri di wahana Mervel. Terlihat petunjuk "60 minutes from here" di pintu antrian. Saya lihat jam tangan saya sudah pukul 1 dan jadwal Special Effect pukul 14.30. Berarti selesai main Marvell langsung menuju ke Special Effect, rencana yang bagus sekali. Antrian tepat 60 menit dan saya menikmati sajian film 4D (yang agak meniru antara Transformers the Ride tapi kok malah lebih mirip Shrek 4D?) dengan getaran di kursi dan beberapa kali cipratan air dan semburan angin dan bisa dinikmati dengan kacamata 3D. Saya pikir, untuk permulaan sudah OK. Dengan durasi kurang dari 10 menit saya sudah ada di luar pintu Marvel. Jam masih menunjukkan pukul 14.00 saya pun penasaran dengan Broadcast Museum. Begitu melihatnya saya hanya tertawa, tidak seperti perkiraan saya sebelumnya. Tempatnya kecil dan peralatan yang seadanya. Hanya bertahan 5 menitan saya lanjutkan melihat keadaan sekitar sambil menuju panggung Special Effect, dan saya mendapatkan antrian seperti mengantri minyak tanah. Wow, apakah sebagus itu sampai di antri orang seBandung? Takut kehabisan tempat saya pun ikut antrian dan hanya menunggu 10 menitan kami pun berbondong-bondong masuk mencari tempat duduk. Karena mengalah terus akhirnya saya hanya kebagian duduk di kursi paling belakang di bagian paling atas. Menurut saya ini meniru konsep LIGHTS, CAMERA, ACTION! di USS tapi kok malah mirip WATERWORLD nya ya? antara bingung dan aneh tapi nikmati sajalah. 
Peta & Jadwal Pertunjukan
Marvel the Ride
Broadcast Museum

Vertigo, ga tertarik
Mirip Panggung Maxima Dufan
Magic Corner, Awas Dikegetin!













Tepat pukul 14.30 pertunjukan dimulai, dan seperti biasa di tambahkan embel-embel obrolan ga penting dengan penonton dulu, typical acara TVnya. Sebagai perkenalan, dipertunjukkan free style motor dengan berbagai jenis. Setelah perkenalan barulah pertunjukan yang sebenarnya. Mirip dengan WATERWORLD, pertunjukannya terdapat cipratan air dan beberapa kali ledakan yang mengluarkan efek api. Biarpun skalanya tidak sebesar WATERWORLD tapi tetap saja membuat adrenalin naik, saya bertepuk tangan untuk yang satu ini.
Antriannya kayak antri minyak
Mino Cooper nembus tembok
Ada ledakannya juga loh







Selesai dari Special Effect saya lanjutkan perjalanan saya, karena takut tidak kebagian kursi seperti tadi saya langsung menuju antrian Trans Theater untuk menonton Kabayan Goes To Hollywood. Awalnya saya pesimis dengan judulnya, jangan-jangan cuma lawakan garing selama 1 jam tapi bukankah saya kemari untuk melihat pertunjukan semacam ini? Antrian yang panjang tapi untunglah tidak terlalu lama, dan saya langsung mencari kursi sedekat mungkin dengan panggung. Inilah asiknya jalan sendiri, tak perlu repot mencari beberapa kursi berderet dengan teman. Begitu dapat kursi kosong langsung tempati saja, dan saya dapat di kursi baris kedua dari depan, perfect! Seperti biasa floor director memberikan arahan untuk tidak jaim dan bebas tertawa serta tidak menggunakan flash saat mengambil foto atau video.
Briefing dulu

Musik pembukanya
Pendukung Acara











Dan operet pun dimulai. Masih skeptis saya menyaksikannya, tapi begitu pembuka acara dimulai saya langsung takjub. Dibuka dengan aksi panggung ala Agnes Monica (tapi bukan) dengan tata cahaya dan musik yang baik. Ok, what next? ternyata pembukanya sukses membuat saya penasaran. Dimainkan oleh orang-orang teater Trans yang rata-rata orang Bandung (kelihatan dari wajahnya nu kasep jeung geulis tea) membuat saya betah nontonnya. Dengan aksi panggung yang agak lebay tapi buktinya beberapa kali saya tertawa. Hingga pada suatu bagian cerita sang emak Kabayan menelepon anaknya. Ternyata sang emak menelepon Kabayan yang ada di atas panggung sedang berada tepat di sebelah saya dan menumpang di kursi saya sambil merangkul saya. Lantas saja sorotan lampu menuju ke saya dan ratusan pasang mata menuju ke saya. Entah harus malu atau bangga? haha.

Dari situ saya hanya tinggal memiliki 1 jam lagi sebelum saya harus pulang karena jam travel hanya hingga pukul 19.30. Saya langsung menuju  Science Center dan langsung menyukainya. Sebenarnya banyak pengetahuan bagus disini, tapi sayang tempatnya kecil dan alat peraganya sudah ada beberapa yang tidak berfungsi.

Science Center
Ruang Kimia
Ruang Biologi












Tingkatan intesitas suara
Magic Triangle
Ilusi Reverse Mask












Tuh, sepi kan?
Selesai dari Science Center saya masih ada 30 menit lagi, dan saya putuskan untuk mencoba rumah hantu Dunia Lain. Melihat tempatnya sepi saya kira wahana ini tidak beroperasi, malah saya sempat bertanya pada penjaganya. Ternyata memang kurang peminat sampai kosong melompong. Tapi daripada saya harus coba wahana yang mengantri, lebih baik ini menjadi penutup. Waktu masuk ke wahana gelap itu sebenarnya suasananya cukup menyeramkan, apalagi kita harus berjalan di ruangan besar dan gelap dengan lukisan seram di sekitarnya. Perjalanan naik turun tangga hingga akhirnya terhenti di suatu antrian naik kereta. Mirip istana boneka di Dufan tapi ini versi horornya. Dan ini lah wahana yang membuat saya tertawa. Bukan karena benar-benar lucu, tapi karena anti klimaks dan sama sekali tidak seram malah terkesan lucu karena horor yang disajikan sangat typical horor Indonesia. Ada kuntilanak di pepohonan, hantu zaman perang, kepala menempel di dinding, nenek-nenek dengan kursi roda, hantu ambulance, dan yang tidak ketinggalan hantu pocong. Dua wanita di belakang saya minta ditemani oleh saya karena mereka ketakutan. Dan setiap kali mereka teriak, saya malah tertawa, haha.
 
Setelah selesai keluar dari rumah-horor-norak itu saya putuskan untuk segera pulang karena sudah pukul 18.00 dan waktunya saya menelepon tukang ojek tadi untuk menjemput saya.

Waktunya Pulang :(
Sekitar pukul 18.20 saya dijemput tukang ojek online saya menuju Jl. Djunjunan. Tapi sialnya si ojek tidak begitu hafal jalan, jadi sepanjang jalan saya hanya berputar-putar di daerah dago dan braga. Dari awal naik juga saya agak ragu karena setiap kali melewati persimpangan si supir selalu tengok kiri kanan seperti tidak yakin. Tukang ojek yang saya naikin ini bukan tukang ojek tadi siang. Katanya sih mereka segrup, jadi siapa yang ada di lokasi terdekat dialah yang bertugas. Beberapa menit sekali saya melirik jam tangan, jangan sampai perjalanan yang cuma 20 menit ini jadi lebih dari 1 jam. Selain biayanya jadi dobel, booking travel saya bisa saja di cancel. Karena tidak sabaran saya mengeluarkan HP saya dan berharap bisa dapat informasi menggunakan GPS. Tapi memang sedang sial, sinyal putus-putus membuat GPS tidak berfungsi ditambah batere yang tinggal 2 bar. Sambil melihat ke arah jalan, saya mengingat-ingat harus kemana. Berharap saya ingat jalannya dan menginformasikan pada si supir yang sedang kehilangan arah ini (apa sih?). Begitu melihat jembatan layang menuju Pateur, saya seperti tertolong. "Nah! ini dia jalannya! lurus aja kang!" kata saya tak sabaran. Dengan pede si supir menarik gas nya dan, syukurlah masih cukup waktu. Karena agak kasihan akhirnya saya menambahkan ongkosnya menjadi Rp.25.000 dan berpesan padanya : "saya tambahin supaya ngga nyasar lagi ya.". Tanpa menunda waktu saya langsung mencari lokasi travelnya dan ternyata tidak jauh di tempat saya berhenti. Saya segera memesan 1 tiket menuju Meruya-Jakarta. Memang dasar orang rumah tahu saja kalau saya sudah mau pulang, mereka langsung memesan oleh-oleh. Karena uang saya terbatas dan kebetulan ada toko oleh-oleh di sebelah travel, saya putuskan untuk membeli beberapa makanan. Hujan yang datang tiba-tiba membuat mobil travel saya agak terlambat datang, yang tentu saja mengakibatkan saya pulang lebih malam lagi. Mobil datang pukul 20.10 dan segera berangkat menuju Jakarta. Sampai di Jakarta pukul 23.15 dan tentu saja sulit mencari taksi jam segini. Walaupun ditawari oleh supir travel yang bersedia mengantar saya dengan harga Rp.50.000 saya menolaknya karena dengan taksi saya hanya cukup membayar 30ribuan saja. Dan untunglah ada 1 taksi baik hati bersedia mengantar saya dengan total tarif Rp.27.750 tapi tetap saya beri Rp.30.000 saja. Dan sialnya begitu merogoh ke semua kantung celana dan jaket untuk membayar, uang saya sudah lenyap semua. Sial! mungkin tertinggal di kursi mobil travel. Yah, mungkin sudah rejeki supir travel tadi, biarlah. Dan keseluruhan total jenderal biaya 1 hari penuh saya diBandung Rp.500.000 (karena hilang sisa uang saya di mobil). Tapi inilah hidup, setelah seharian tersenyum bisa saja keadaan membuat kita "agak" bersedih.

Itulah yang saya suka dari travel, kadang walaupun rencana sudah matang ada saja kejadian diluar rencana tapi membuat cerita yang dramatis dalam hidup (haduh, apa lagi sih?)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar